Sebuah masjid besar dengan arsitektur Sunda atau disebut Tajug Gede telah berdiri megah di bekas tempat lokalisasi Cilodong, Kabupaten Purwakarta. Sekilas nampak tampilan arsitektur sunda yang khas.
Arsitektur masjid yang namanya kini berubah menjadi Tajug Gede Cilodong ini merupakan ide dari Mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Meski bukan sebagai arsitek tetapi beliau banyak mengetahui tentang arsitektur Sunda.
Masjid yang berdiri di atas lahan seluas sembilan hektar tersebut memiliki tiga atap. Ini melambangkan tiga rukun yang harus dilaksanakan oleh umat Islam, yakni rukun Islam, rukun Iman dan Ihsan.
Baca Juga : Perkembangan Arsitektur Masjid di Indonesia dan Contohnya
Masjid Tajug Gede Cilodog juga memiliki 4 pilar yang melambangkan empat pemimpin mazhab yang masyhur dalam Islam. Yakni Mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris atau Imam Syafi'i dan Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal.
Keempat aliran ini merupakan mazhab utama yang dianut oleh para ahlus sunnah wal jama'ah atau sunni. Di Indonesia, para pengamal akidah ini berkumpul dalam organisasi Nahdlatul Ulama atau NU. Di dalam masjid, para jemaah akan dimanjakan dengan pilar-pilar yang dilapisi ukiran khas Sunda.
Baca Juga : Unsur Desain pada Arsitektur Masjid
Jendela yang besar juga merupakan kekhasan dari arsitektur Sunda yang diterapkan di masjid dengan kapasitas 1.200 jemaah itu. "Desainnya arsitektur Sunda, nama mesjidnya juga menggunakan nama Sunda, Tajug Gede Cilodong. Ini bisa menjadi wisata religi untuk masyarakat.
Kontraktor pembangunan Masjid Raya Cilodong sudah melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai kontrak. Nilai kontraknya sebesar Rp 38 miliar, tapi kontraktor sampai saat ini baru mencairkan anggaran sebesar 75 persen dari nilai kontrak tersebut. Kalau merujuk pada kontrak kita bersama pihak ketiga, masjid itu sudah 100 persen selesai. Bahkan, pihak ketiga baru mencairkan 75 persen saja dari nilai kontrak.
Proses pembangunan masih membutuhkan dana untuk penyelesaian fisik masjid dan pembangunan taman. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, halaman masjid tersebut yang dihiasi taman dapat berfungsi sebagai rest area.
Keberhasilan pembangunan masjid dengan memadukan gaya arsitektur Sunda diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi pelestarian arsitektur Sunda itu sendiri. Hal ini merupakan satu contoh yang bisa memelopori sehingga arsitektur Sunda tetap lestari.
www.rmoljabar.com
Arsitektur masjid yang namanya kini berubah menjadi Tajug Gede Cilodong ini merupakan ide dari Mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Meski bukan sebagai arsitek tetapi beliau banyak mengetahui tentang arsitektur Sunda.
Masjid Tajug Gede Cilodong dengan Arsitektur Khas Sunda |
Masjid yang berdiri di atas lahan seluas sembilan hektar tersebut memiliki tiga atap. Ini melambangkan tiga rukun yang harus dilaksanakan oleh umat Islam, yakni rukun Islam, rukun Iman dan Ihsan.
Baca Juga : Perkembangan Arsitektur Masjid di Indonesia dan Contohnya
Masjid Tajug Gede Cilodog juga memiliki 4 pilar yang melambangkan empat pemimpin mazhab yang masyhur dalam Islam. Yakni Mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris atau Imam Syafi'i dan Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal.
Masjid Tajug Gede Cilodog juga memiliki 4 pilar yang melambangkan empat pemimpin mazhab |
Keempat aliran ini merupakan mazhab utama yang dianut oleh para ahlus sunnah wal jama'ah atau sunni. Di Indonesia, para pengamal akidah ini berkumpul dalam organisasi Nahdlatul Ulama atau NU. Di dalam masjid, para jemaah akan dimanjakan dengan pilar-pilar yang dilapisi ukiran khas Sunda.
Baca Juga : Unsur Desain pada Arsitektur Masjid
Jendela yang besar juga merupakan kekhasan dari arsitektur Sunda yang diterapkan di masjid dengan kapasitas 1.200 jemaah itu. "Desainnya arsitektur Sunda, nama mesjidnya juga menggunakan nama Sunda, Tajug Gede Cilodong. Ini bisa menjadi wisata religi untuk masyarakat.
Tiga atap ini melambangkan tiga rukun yang harus dilaksanakan oleh umat Islam |
Kontraktor pembangunan Masjid Raya Cilodong sudah melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai kontrak. Nilai kontraknya sebesar Rp 38 miliar, tapi kontraktor sampai saat ini baru mencairkan anggaran sebesar 75 persen dari nilai kontrak tersebut. Kalau merujuk pada kontrak kita bersama pihak ketiga, masjid itu sudah 100 persen selesai. Bahkan, pihak ketiga baru mencairkan 75 persen saja dari nilai kontrak.
Detail ukiran yang khas |
Proses pembangunan masih membutuhkan dana untuk penyelesaian fisik masjid dan pembangunan taman. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, halaman masjid tersebut yang dihiasi taman dapat berfungsi sebagai rest area.
Keberhasilan pembangunan masjid dengan memadukan gaya arsitektur Sunda diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi pelestarian arsitektur Sunda itu sendiri. Hal ini merupakan satu contoh yang bisa memelopori sehingga arsitektur Sunda tetap lestari.
Referensi :
https://regional.kompas.com/www.rmoljabar.com