Arsitektur Bali dan Perkembanganya
Arsitektur Bali lebih dikenal dengan nama Arsitektur Bali dan bisa diartikan sebagai tata ruang yang mewadahi kehidupan masyarakat Bali. Arsitektur Bali sejatinya telah ada secara turun menurun sejak ratusan tahun silam semenjak adanya penduduk yang mendiami Pulau Bali.Pura di Danau Bratan, Bali |
Arsitektur bali berkembang dengan segala aturan-aturan transisional yang diwarisi dari zaman dahulu hingga sekarang. Jika kita melihat dari segi ilmu arsitektur, maka Arsitektur Bali tergolong gaya arsitektur tradisional vernakular. Hal ini karena bangunan Arsitektur Bali didesain oleh masyarakat berdasarkan kearifan lokal dengan menggunakan bahan-bahan lokal termasuk untuk bagian struktur, finishing dan dekorasi.
Hubungan Arsitektur Bali dan Arsitektur Jawa Kuno
Arsitektur Bali ternyata sangat dipengaruhi oleh tradisi Hindu Bali dan pengaruh Jawa kuno khususnya Majapahit. Banyak tipologi bangunan Arsitektur Bali yang memiliki kesamaan dengan peninggalan kerajaan Hindu di Jawa. Hal ini bisa kita lihat pada arsitektur pintu gerbang yaitu Candi Bentar yang sudah ada di Jawa seperti Gapura Waringin Lawang. Atau Kori Agung di Bali yang mirip dengan Candi Bajang Ratu. Jadi bisa disimpulkan ada hubungan antara Arsitektur jawa kuno dan Arsitektur yang berkembang di Bali.Candi Bajang Ratu - waktuku.com |
Hal ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat dalam sejarah kerajaan Majapahit pernah melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Bali. Bali yang berhasil ditaklukan kemudian menerima bayak pengaruh dari Majapahit termasuk di bidang Aasitrektur. Selain itu, dalam sejarah juga disebutkan bahwa raja-raja Bali banyak yang merupakan keturunan raja-raja kerajaan Hindu di Jawa.
Konsep Arsitektur Bali
Konsep Tri Hita Karana di Bali |
Filosofi desain arsitektur Bali berpusat pada tradisi Hindu Bali yang melandasi sebagian besar karya arsitektur di Bali. Ada perbedaan yang cukup banyak antara Arsitektur bali dengan arsitektur Hindu di India. Berikut adalah beberapa konsep penting dalam arsitektur Bali yang perlu dipahami :
- Tri Hata Karana - Konsep Tiga bentuk hubungan yang harmonis dan keseimbangan antara 3 unsur dalam kehidupan, yaitu hubungan kepada Tuhan, kepada sesama manusia dan kepada alam semesta beserta isinya.
- Tri Mandala - Tiga bagian zonasi sesuai fungsi dan prioritas.
- Sanga Mandala - Sembilan Zona yang merupakan persilangan konsep Tri Mandala
- Tri Loka - Tiga tingkatan ruang yang dihubungkan dengan konsep tiga alam yang berbeda
- Tri Angga - Tiga bagian bangunan yang harus ada dalam fasad, yaitu kepala, badan dan kaki
- Asta Kosala Kosali - Aturan merancang bangunan sesuai fungsi dan peruntukan, juga berisi tentang pemilihan bahan, perhitungan, ukuran, antropologi, dll
- Manik Ring Cecupu - Konsep keharmonisan skala antara manusia sebagai penghuni dan bangunan sebagai wadah
- Bah-Bangun - Konsep keseimbangan antara tinggi dan lebar atau dalam arsitektur modern kita kenal dengan istilah d/h.
Masyarakat Bali hidup dengan berlandaskan pada Tri Hita Karana yaitu tiga penyebab kebahagiaan. Oleh kaena itu, orang Bali sangat percaya bahwa mereka hidup di dunia untuk menciptakan Hita (kebahagiaan) di bumi. Mereka selalu membangun hubungan yang baik kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan), kepada sesama manusia dan kepada alam semesta. Dengan membangun hubungan baik ke tiga arah ini, maka dapat menimbulkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidup.
Tipologi Bangunan Arsitektur Bali
Pura Besakih, Bali |
Rumah tradisional bali |
Sementara dalam arsitektur rumah tinggal dan bangunan komunal, aturannya lebih longgar dan memiliki banyak alternatif. Bangunan fungsional dalam arsitektur Bali disebut dengan "Bale". Sementara lumbung tempat menyimpan padi disebut dengan "jineng". Bangunan terbesar dalam arsitektur Bali adalah Wantilan, yaitu sebuah aula tempat berkumpulnya masyarakat untuk berbagai kegiatan, seperti rapat, pertunjukan seni tari dan perdagangan. Wantilan biasanya terletak di setiap "Banjar" (Desa Adat) yang ada di Bali.
Pembagian Zonasi Rumah dalam Arsitektur Bali
Konsep Tri Hita Karana ini diterapkan di sebagian besar bidang kehidupan termasuk Arsitektur. Orang Bali percaya bahwa rumah mereka bukan hanya untuk tempat tinggal manusia, tetapi juga Sthana untuk Manifestasi Tuhan sebagai Dewa-Dewi dan tempat untuk hewan peliharaan dan tumbuh-tumbuhan di taman. Harmoni tiga unsur ini yang membuat arsitektur bali selalu membagi rumah menjadi tiga bagian yaitu :Zonasi Rumah Bali - komangputra.com |
- "Sanggah" atau "Merajan" merupakan area yang disucikan, terdapat Pelinggih (tugu) sebagai kiblat sembahyang kehadapan Tuhan dan untuk menghormati para leluhur
- "Bale" adalah sebutan untuk bangunan fungsional tempat beraktivitas, terdapat 4 bale yaitu Bale Daja di Utara, Bale Dangin di Timur, Bale Delod di Selatan dan Bale Dauh di Barat.
- "Natah" adalah ruang kosong di tengah rumah sebagai tempat berkumpul, tempat membuat taman dan kolam. Di belakang rumah biasanya terdapat "Tebaa" yang merupakan area untuk menempatkan hewan peliharaan.
Rumah Tradisional Bali bukan merupakan rumah dengan 1 bangunan kompleks seperti yang ada dalam rumah modern. Rumah Bali adalah rumah yang dipecah menjadi bangunan bale-bale seperti yang dijelaskan di atas. Satu pekarangan rumah bisa berisi empat hingga enam bangunan utama sehingga rumah tradisional memerlukan lahan yang luas. Namun rumah tradisional biasanya tidak dihuni oleh satu kepala keluarga, namun satu keluarga besar.
Ukuran dalam Arsitektur Bali
Sikut adalah ukuran antropologis berdasarkan ukuran tubuh calon pengguna rumah. |
Arsitektur Bali tidak menggunakan ukuran meter seperti Arsitektur Modern yang berkembang saat ini. Aturan dalam Lontar "Asta Kosala Kosali" dan "Asta Bhumi" memuat tata cara pengukuran menggunakan sistem yang disebut "sikut". Sikut adalah ukuran antropologis berdasarkan ukuran tubuh calon pengguna rumah.
Misalnya "a-lengkat" adalah ukuran antara ujung ibu jari dengan ujung telunjuk yang membuka lebar. "a-tapak ngandang" adalah ukuran lebar satu telapak kaki. Ukuran ini telah dirumuskan secara turun temurun oleh leluhur orang Bali untuk membangun skala dan proporsi. Hasilnya adalah keindahan arsitektur yang bisa kita nikmati saat mengunjungi Pulau Bali.
"Sikut" adalah suatu metode pengukuran antropologis tradisional di Bali. Sikut untuk membuat tiang biasanya akan dicatat dalam "Gegulak" yaitu sebatang bambu yang diberi tanda-tanda ukuran yang bisa digunakan sebagai patokan.
Struktur dalam Arsitektur Bali
Dalam Arsitektur Bali ada konsep Tri Angga, yaitu tiga bagian yang harus ada pada bangunan yaitu kepala, badan dan kaki. Jika diterjemahkan maksudnya adalah tiga komponen struktur yaitu Sub Structure (Kaki) yaitu pondasi yang kokoh menginjak bumi, Super Structure (Badan) yaitu tiang/kolom yang tegak berdiri sebagai elemen vertikal dan Upper Structure (Kepala) yaitu Atap bangunan yang menaungi semua fungsi di bawahnya.Dalam Arsitektur Bali, ketiganya harus selaras dan seimbang secara skala dan proporsi. Perbandingan ukuran pondasi, tiang dan atap harus seimbang dan terlihat proporsional. Selain itu Arsitektur Bali juga menuntut agar elemen kepala, badan dan kaki terlihat jelas dalam bangunan.
Jineng Bali - baliwoodhouse |
Arsitektur Bali secara original hampir tidak ada yang bertingkat, kecuali untuk tipologi bangunan jineng tempat menyimpan padi. Jineng menggunakan ruang di bawah atap pelana yang cembung sebagai tempat menimpan padi, sementara, ruang di bawahnya digunakan sebagai tempat beraktivitas.
Dekorasi dalam Arsitektur Bali
Dalam Arsitektur Bali, terdapat berbagai macam ornamen yang sering kita lihat menempel pada bangunan terutama tempat suci di Bali. Semua ornamen tersebut memiliki makna yang berhubungan dengan tradisi Hindu Bali. Ornamen tersebut menggambarkan beraneka makhluk hidup yang ada di dunia beserta karakteristiknya yang diekspresikan melalui kreativitas seni orang bali sehingga terlihat mengesankan.Berbagai bentuk motif kekarangan Bali |
Salah satu ornamen yang sangat sering kita lihat dalam arsitektur Bali adalah penggunaan Murda atau mahkota atap. Murda adalah hiasan yang bentuknya mirip mahkota yang diletakan di puncak atap limasan. Selanjutnya adalah ikut celedu yang diletakan di ujung bentang atap.
Berikut adalah beberapa contoh foto dekorasi Arsitektur Bali yang diterapkan pada bangunan tradisional Bali berupa Pura.
Foto karang guak (representasi burung gagak) |
Foto hiasan bunbunan (representasi tanaman) |
Foto Karang Tapel |
Foto karang guak Bali |
Arsitektur Bali di Zaman Modern
Banyak orang yang mengagumi khazanah Arsitektur Bali sebagai hasil karya asli Bangsa Indonesia dan telah ditulis oleh banyak penliti maupun ahli Arsitektur dari luar negeri.Banyak bangunan Vila dan Hotel yang menerapkan konsep Arsitektur Bali seperti pintu masuk berupa Kori, Angkul-angkul dan Candi Bentar atau bentuk bangunan Jineng yang dijadikan private Villa. Ada beberapa konsep yang masih dapat diterapkan dalam bangunan modern meskipun dengan fungsi yang berbeda.
Jineng Villa Ubud |
Meskipun demikian, pertumbuhan penduduk dan pengaruh arsitektur modern tetap menjadi ancaman bagi kelestarian Arsitektur Bali. Banyak orang masih salah paham dengan keberadaan konsep Arsitektur Bali sehingga perlu diluruskan.
Pemerintah Daerah di Bali telah berupaya melindungi kekayaan Arsitektur Bali dengan membuat beberapa peraturan teknis membangun bangunan di Bali. Salah satunya adalah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung yang mengatur tentang penerapan Arsitektur Tradisional Bali pada bangunan masa kini. Contohnya adalah penggunaan bentuk atap segitiga, tampilan style Bali dan membatasi ketinggian bangunan.
Demikianlah mengenai Arsitektur Bali dan Keunikannya yang mendunia. Arsitektur Bali sejatinya adalah konsep yang kaya makna, sementara unsur tampilannya adalah ekspresi dari kreativitas lokal dalam menerjemahkan konsep dan makna yang ada pada Arsitektur Bali.
Baca Juga :
- 9 Posisi Pintu Masuk Rumah sesuai Arsitektur Tradisional Bali
- Langgam Arsitektur Tradisional Bali
- Pengaruh Gaya Arsitektur Majapahit di Bali
- 5 Desa Wisata di Indonesia dengan Rumah Tradisionalnya
Referensi :
- Dikutip dari Catatan Kuliah Arsitektur Bali, Universitas Udayana, 2015.